Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom Action Research)
A. PENGERTIAN
Belakangan
ini Penelitian Tindakan Kelas (PTK) semakin menjadi trend untuk
dilakukan oleh para profesional sebagai upaya pemecahan masalah dan
peningkatan mutu di berbagai bidang. Awal mulanya, PTK, ditujukan untuk
mencari solusi terhadap masalah sosial (pengangguran, kenakalan remaja,
dan lain-lain) yang berkembang di masyarakat pada saat itu. PTK
dilakukan dengan diawali oleh suatu kajian terhadap masalah tersebut
secara sistematis. Hal kajian ini kemudian dijadikan dasar untuk
mengatasi masalah tersebut. Dalam proses pelaksanaan rencana yang telah
disusun, kemudian dilakukan suatu observasi dan evaluasi yang dipakai
sebagai masukan untuk melakukan refleksi atas apa yang terjadi pada
tahap pelaksanaan. Hasil dari proses refeksi ini kemudian melandasi
upaya perbaikan dan peryempurnaan rencana tindakan berikutnya.
Tahapan-tahapan di atas dilakukan berulang-ulang dan berkesinambungan
sampai suatu kualitas keberhasilan tertentu dapat tercapai.
source:
source:
Dalam bidang pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran, PTK berkembang sebagai suatu penelitian terapan. PTK
sangat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan mutu proses dan hasil
pembelajaran di kelas. Dengan melaksanakan tahap-tahap PTK, guru dapat
menemukan solusi dari masalah yang timbul di kelasnya sendiri, bukan
kelas orang lain, dengan menerapkan berbagai ragam teori dan teknik
pembelajaran yang relevan secara kreatif. Selain itu sebagai penelitian
terapan, disamping guru melaksanakan tugas utamanya mengajar di kelas,
tidak perlu harus meninggalkan siswanya. Jadi PTK merupakan suatu
penelitian yang mengangkat masalah-masalah aktual yang dihadapi oleh
guru di lapangan. Dengan melaksanakan PTK, guru mempunyai peran ganda :
praktisi dan peneliti.
Classroom
action research (CAR) adalah action research yang dilaksanakan oleh
guru di dalam kelas. Action research pada hakikatnya merupakan rangkaian
“riset-tindakan-riset-tindakan- …”, yang dilakukan secara siklik, dalam
rangka memecahkan masalah, sampai masalah itu terpecahkan. Ada
beberapa jenis action research, dua di antaranya adalah individual
action research dan collaborative action research (CAR). Jadi CAR bisa
berarti dua hal, yaitu classroom action research dan collaborative
action research; dua-duanya merujuk pada hal yang sama.
Action
research termasuk penelitian kualitatif walaupun data yang dikumpulkan
bisa saja bersifat kuantitatif. Action research berbeda dengan
penelitian formal, yang bertujuan untuk menguji hipotesis dan membangun
teori yang bersifat umum (general). Action research lebih bertujuan
untuk memperbaiki kinerja, sifatnya kontekstual dan hasilnya tidak untuk
digeneralisasi. Namun demikian hasil action research dapat saja
diterapkan oleh orang lain yang mempunyai latar yang mirip dengan yang
dimliki peneliti.
Perbedaan antara penelitian formal dengan classroom action research disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Perbedaan antara Penelitian Formal dengan Classroom Action Research
Penelitian Formal
|
Classroom Action Research
|
Dilakukan oleh orang lain
|
Dilakukan oleh guru/dosen
|
Sampel harus representatif
|
Kerepresentatifan sampel tidak diperhatikan
|
Instrumen harus valid dan reliabel
|
Instrumen yang valid dan reliabel tidak diperhatikan
|
Menuntut penggunaan analisis statistik
|
Tidak diperlukan analisis statistik yang rumit
|
Mempersyaratkan hipotesis
|
Tidak selalu menggunakan hipotesis
|
Mengembangkan teori
|
Memperbaiki praktik pembelajaran secara langsung
|
B. Mengapa Penelitian Tindakan Kelas Penting ?
Ada beberapa alasan mengapa PTK merupakan suatu kebutuhan bagi guru untuk meningkatkan profesional seorang guru :
1. PTK
sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka tanggap terhadap
dinamika pembelajaran di kelasnya. Dia menjadi reflektif dan kritis
terhadap lakukan.apa yang dia dan muridnya
2. PTK
dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional. Guru
tidak lagi sebagai seorang praktis, yang sudah merasa puas terhadap apa
yang dikerjakan selama bertahun-tahun tanpa ada upaya perbaikan dan
inovasi, namun juga sebagai peneniliti di bidangnya.
3. Dengan
melaksanakan tahapan-tahapan dalam PTK, guru mampu memperbaiki proses
pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam terhadap apa yang terhadap
apa yang terjadi di kelasnya. Tindakan yang dilakukan guru semata-mata
didasarkan pada masalah aktual dan faktual yang berkembang di kelasnya.
4. Pelaksanaan
PTK tidak menggangu tugas pokok seorang guru karena dia tidak perlu
meninggalkan kelasnya. PTK merupakan suatu kegiatan penelitian yang
terintegrasi dengan pelaksanaan proses pembelajaran.
5. Dengan
melaksanakan PTK guru menjadi kreatif karena selalu dituntut untuk
melakukan upaya-upaya inovasi sebagai implementasi dan adaptasi berbagai
teori dan teknik pembelajaran serta bahan ajar yang dipakainya.
6. Penerapan
PTK dalam pendidikan dan pembelajaran memiliki tujuan untuk memperbaiki
dan atau meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara
berkesinambungan sehingga meningkatan mutu hasil instruksional;
mengembangkan keterampilan guru; meningkatkan relevansi; meningkatkan
efisiensi pengelolaan instruksional serta menumbuhkan budaya meneliti
pada komunitas guru.
C. Hakikat Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) pertama kali diperkenalkan oleh ahli psikologi
sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan
Lewin inilah yang selanjutnya dikembangkan oleh ahli-ahli lain seperti
Stephen Kemmis, Robin McTaggart, John Elliot, Dave Ebbutt, dan
sebagainya.
PTK
di Indonesia baru dikenal pada akhir dekade 80-an. Oleh karenanya,
sampai dewasa ini keberadaannya sebagai salah satu jenis penelitian
masih sering menjadikan pro dan kontra, terutama jika dikaitkan dengan
bobot keilmiahannya.
Jenis
penelitian ini dapat dilakukan didalam bidang pengembangan organisasi,
manejemen, kesehatan atau kedokteran, pendidikan, dan sebagainya. Di
dalam bidang pendidikan penelitian ini dapat dilakukan pada skala makro
ataupun mikro. Dalam skala mikro misalnya dilakukan di dalam kelas pada
waktu berlangsungnya suatu kegiatan belajar-mengajar untuk suatu pokok
bahasan tertentu pada suatu mata kuliah. Untuk lebih detailnya berikut
ini akan dikemukan mengenai hakikat PTK.
Menurut
John Elliot bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah kajian tentang situasi
sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya
(Elliot, 1982). Seluruh prosesnya, telaah, diagnosis, perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruh menciptakan hubungan yang
diperlukan antara evaluasi diri dari perkembangan profesional. Pendapat
yang hampir senada dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart, yang
mengatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang
dilakukan oleh peserta–pesertanya dalam situasi sosial untuk
meningkatkan penalaran dan keadilan praktik-praktik itu dan terhadap
situasi tempat dilakukan praktik-praktik tersebut (Kemmis dan Taggart,
1988).
Menurut
Carr dan Kemmis seperti yang dikutip oleh Siswojo Hardjodipuro,
dikatakan bahwa yang dimaksud dengan istilah PTK adalah suatu bentuk
refleksi diri yang dilakukan oleh para partisipan (guru, siswa atau
kepala sekolah) dalam situasi-situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk
memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a) praktik-praktik sosial atau
pendidikan yang dilakukan dilakukan sendiri, (b) pengertian mengenai
praktik-praktik ini, dan (c) situasi-situasi ( dan lembaga-lembaga )
tempat praktik-praktik tersebut dilaksanakan (Harjodipuro, 1997).
Lebih
lanjut, dijelaskan oleh Harjodipuro bahwa PTK adalah suatu pendekatan
untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para
guru untuk memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap
praktik tersebut dan agar mau utuk mengubahnya. PTK bukan sekedar
mengajar, PTK mempunyai makna sadar dan kritis terhadap mengajar, dan
menggunakan kesadaran kritis terhadap dirinya sendiri untuk bersiap
terhadap proses perubahan dan perbaikan proses pembelajaran. PTK
mendorong guru untuk berani bertindak dan berpikir kritis dalam
mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan bertanggung
jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional.
Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas, jelaslah bahwa dilakukannya PTK adalah dalam
rangka guru bersedia untuk mengintropeksi, bercermin, merefleksi atau
mengevalusi dirinya sendiri sehingga kemampuannya sebagai seorang
guru/pengajar diharapkan cukup professional untuk selanjutnya,
diharapkan dari peningkatan kemampuan diri tersebut dapat berpengaruh
terhadap peningkatan kualitas anak didiknya, baik dalam aspek penalaran;
keterampilan, pengetahuan hubungan sosial maupun aspek-aspek lain yang
bermanfaat bagi anak didik untuk menjadi dewasa.
Dengan
dilaksanakannya PTK, berarti guru juga berkedudukan sebagai peneliti,
yang senantiasa bersedia meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya.
Upaya peningkatan kualitas tersebut diharapkan dilakukan secara
sistematis, realities, dan rasional, yang disertai dengan meneliti semua
“ aksinya di depan kelas sehingga gurulah yang tahu persis
kekurangan-kekurangan dan kelebihannya. Apabila di dalam pelaksanaan
“aksi” nya masih terdapat kekurangan, dia akan bersedia mengadakan
perubahan sehingga di dalam kelas yang menjadi tanggungjawabnya tidak
terjadi permasahan.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah
suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis reflektif terhadap
berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai
peneliti, sejak disusunnya suatu perencanaan sampai penilaian terhadap
tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar-mengajar,
untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan. Sementara itu,
dilaksanakannya PTK di antaranya untuk meningkatkan kualitas pendidikan
atau pangajaran yang diselenggarakan oleh guru/pengajar-peneliti itu
sendiri, yang dampaknya diharapkan tidak ada lagi permasalahan yang
mengganjal di kelas.
Jenis dan Model PTK
Sebagai
paradigma sebuah penelitian tersendiri, jenis PTK memiliki
karakteristik yang relatif agak berbeda jika dibandingkan dengan jenis
penelitian yang lain, misalnya penelitian naturalistik, eksperimen
survei, analisis isi, dan sebagainya. Jika dikaitkan dengan jenis
penelitian yang lain PTK dapat dikategorikan sebagai jenis penelitian
kualitatif dan eksperimen. PTK dikatagorikan sebagai penelitian
kualitatif karena pada saat data dianalisis digunakan pendekatan
kualitatif, tanpa ada perhitungan statistik. Dikatakan sebagai
penelitian eksperimen, karena penelitian ini diawali dengan perencanaan,
adanya perlakuan terhadap subjek penelitian, dan adanya evaluasi
terhadap hasil yang dicapai sesudah adanya perlakuan. Ditinjau dari
karakteristiknya, PTK setidaknya memiliki karakteristik antara lain: (1)
didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional; (2)
adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya; (3) penelitian sekaligus sebagai
praktisi yang melakukan refleksi; (4) bertujuan memperbaiki dan atau
meningkatkan kualitas praktek instruksional; (5) dilaksanakan dalam
rangkaian langkah dengan beberapa siklus.
Menurut
Richart Winter ada enam karekteristik PTK, yaitu (1) kritik reflektif,
(2) kritik dialektis, (3) kolaboratif, (4) resiko, (5) susunan jamak,
dan (6) internalisasi teori dan praktek (Winter, 1996). Untuk lebih
jelasnya, berikut ini dikemukakan secara singkat karakteristik PTK
tersebut.
1. Kritik
Refeksi; salah satu langkah di dalam penelitian kualitatif pada
umumnya, dan khususnya PTK ialah adanya upaya refleksi terhadap hasil
observasi mengenai latar dan kegiatan suatu aksi. Hanya saja, di dalam
PTK yang dimaksud dengan refleksi ialah suatu upaya evaluasi atau
penilaian, dan refleksi ini perlu adanya upaya kritik sehingga
dimungkinkan pada taraf evaluasi terhadap perubahan-perubahan.
2. Kritik
Dialektis; dengan adanyan kritik dialektif diharapkan penelitian
bersedia melakukan kritik terhadap fenomena yang ditelitinya.
Selanjutnya peneliti akan bersedia melakukan pemeriksaan terhadap: (a)
konteks hubungan secara menyeluruh yang merupakan satu unit walaupun
dapat dipisahkan secara jelas, dan, (b) Struktur kontradiksi internal,
-maksudnya di balik unit yang jelas, yang memungkinkan adanya
kecenderungan mengalami perubahan meskipun sesuatu yang berada di balik
unit tersebut bersifat stabil.
3. Kolaboratif;
di dalam PTK diperlukan hadirnya suatu kerja sama dengan pihak-pihak
lain seperti atasan, sejawat atau kolega, mahasiswa, dan sebagainya.
Kesemuanya itu diharapkan dapat dijadikan sumber data atau data sumber.
Mengapa demikian? Oleh karena pada hakikatnya kedudukan peneliti dalam
PTK merupakan bagian dari situasi dan kondisi dari suatu latar yang
ditelitinya. Peneliti tidak hanya sebagai pengamat, tetapi dia juga
terlibat langsung dalam suatu proses situasi dan kondisi. Bentuk kerja
sama atau kolaborasi di antara para anggota situasi dan kondisi itulah
yang menyebabkan suatu proses dapat berlangsung.Kolaborasi dalam
kesempatan ini ialah berupa sudut pandang yang disampaikan oleh setiap
kolaborator. Selanjutnya, sudut pandang ini dianggap sebagai andil yang
sangat penting dalam upaya pemahaman terhadap berbagai permasalahan yang
muncul. Untuk itu, peneliti akan bersikap bahwa tidak ada sudut pandang
dari seseorang yang dapat digunakan untuk memahami sesuatu masalah
secara tuntas dan mampu dibandingkan dengan sudut pandang yang berasal;
dari berbagai pihak. Namun demikian memperoleh berbagai pandangan dari
pada kolaborator, peneliti tetap sebagai figur yang memiliki ,kewenangan
dan tanggung jawab untuk menentukan apakah sudut pandang dari
kolaborator dipergunakan atau tidak. Oleh karenanya, sdapat dikatakan
bahwa fungsi kolaborator hanyalah sebagai pembantu di dalam PTK ini,
bukan sebagai yang begitu menentukan terhadap pelaksaanan dan berhasil
tidaknya penelitian.
4. Resiko;
dengan adanya ciri resiko diharapkan dan dituntut agar peneliti berani
mengambil resiko, terutama pada waktu proses penelitian berlangsung.
Resiko yang mungkin ada diantaranya (a) melesetnya hipotesis dan (b)
adanya tuntutan untuk melakukan suatu transformasi. Selanjutnya, melalui
keterlibatan dalam proses penelitian, aksi peneliti kemungkinan akan
mengalami perubahan pandangan karena ia menyaksikan sendiri adanya
diskusi atau pertentangan dari para kalaborator dan selanjutnya
menyebabkan pandangannya berubah.
5. Susunan
Jamak; pada umumnya penelitian kuantitatif atau tradisional berstruktur
tunggal karena ditentukan oleh suara tunggal, penelitinya. Akan tetapi,
PTK memiliki struktur jamak karena jelas penelitian ini bersifat
dialektis, reflektif, partisipasi atau kolaboratif. Susunan jamak ini
berkaitan dengan pandangan bahwa fenomena yang diteliti harus mencakup
semua komponen pokok supaya bersifat komprehensif. Suatu contoh,
seandainya yang diteliti adalah situasi dan kondisi proses
belajar-mengajar, situasinya harus meliputi paling tidak guru, siswa,
tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran, interaksi belajar-mengajar,
lulusan atau hasil yang dicapai, dan sebagainya.
6. Internalisasi
Teori dan Praktik; Menurut pandangan para ahli PTK bahwa antara teori
dan praktik bukan merupakan dua dunia yang berlainan. Akan tetapi,
keduanya merupakan dua tahap yang berbeda, yang saling bergantung, dan
keduanya berfungsi untuk mendukung tranformasi. Pendapat ini berbeda
dengan pandangan para ahli penelitian konvesional yang beranggapan bahwa
teori dan praktik merupakan dua hal yang terpisah. Keberadaan teori
diperuntukkan praktik, begitu pula sebaliknya sehingga keduanya dapat
digunakan dan dikembangkan bersama.
Berdasarkan
uraian di atas, jelaslah bahwa bentuk PTK benar-benar berbeda dengan
bentuk penelitian yang lain, baik itu penelitian yang menggunakan
paradigma kualitatif maupun paradigma kualitatif. Oleh karenanya,
keberadaan bentuk PTK tidak perlu lagi diragukan, terutama sebagai upaya
memperkaya khasanah kegiatan penelitian yang dapat
dipertanggungjawabkan taraf keilmiahannya.
D. MODEL - MODEL ACTION RESEARCH
Model
Kurt Lewin menjadi acuan pokok atau dasar dari berbagai model action
research, terutama classroom action research. Dialah orang pertama yang
memperkenalkan action research. Konsep pokok action research menurut
Kurt Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu : (1) perencanaan
(planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4)
refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen itu dipandang sebagai
satu siklus.
Model
Kemmis & Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang
diperkenalkan Kurt lewin seperti yang diuraikan di atas, hanya saja
komponen acting dan observing dijadikan satu kesatuan karena keduanya
merupakan tindakan yang tidak terpisahkan, terjadi dalam waktu yang sama
E. MASALAH CAR
Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan pada saat menentukan masalah CAR.
1. Banyaknya Masalah yang Dihadapi Guru
Setiap
hari guru mengahadapi banyak masalah, seakan-akan masalah itu tidak ada
putus-putusnya. Oleh karena itu guru yang tidak dapat menemukan masalah
untuk CAR sungguh ironis. Merenunglah barang sejenak, atau ngobrollah
dengan teman sejawat, Anda akan segera menemukan kembali seribu satu
masalah yang telah merepotkan Anda selama ini.
2. Tiga Kelompok Masalah Pembelajaran
Masalah
pembelajaran dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu (a)
pengorganisasian materi pelajaran, (b) penyampaian materi pelajaran, dan
(c) pengelolaan kelas. Jika Anda berfikir bahwa pembahasan suatu topik
dari segi sejarah dan geografi secara bersama-sama akan lebih bermakna
bagi siswa daripada pembahasan secara sendiri-sendiri, Anda sedang
berhadapan dengan masalah pengorganisasian materi. Jika Anda suka dengan
masalah metode dan media, sebenarnya Anda sedang berhadapan dengan
masalah penyampaian materi. Apabila Anda menginginkan kerja kelompok
antar siswa berjalan dengan lebih efektif, Anda berhadapan dengan
masalah pengelolaan kelas. Jangan terikat pada satu kategori saja; kategori lain mungkin mempunyai masalah yang lebih penting.
3. Masalah yang Berada di Bawah Kendali Guru
Jika
Anda yakin bahwa ketiadaan buku yang menyebabkan siswa sukar membaca
kembali materi pelajaran dan mengerjakan PR di rumah, Anda tidak perlu
melakukan CAR untuk meningkatkan kebiasaan belajar siswa di rumah. Dengan
dibelikan buku masalah itu akan terpecahkan, dan itu di luar kemampuan
Anda. Dengan perkataan lain yakinkan bahwa masalah yang akan Anda
pecahkan cukup layak (feasible), berada di dalam wilayah pembelajaran,
yang Anda kuasai. Contoh lain masalah yang berada di luar kemampuan Anda
adalah: Kebisingan kelas karena sekolah berada di dekat jalan raya.
4. Masalah yang Terlalu Besar
Nilai
UAN yang tetap rendah dari tahun ke tahun merupakan masalah yang
terlalu besar untuk dipercahkan melalui CAR, apalagi untuk CAR
individual yang cakupannya hanya kelas. Faktor yang mempengaruhi Nilai
UAN sangat kompleks mencakup seluruh sistem pendidikan. Pilihlah masalah
yang sekiranya mampu untuk Anda pecahkan.
5. Masalah yang Terlalu Kecil
Masalah
yang terlalu kecil baik dari segi pengaruhnya terhadap pembelajaran
secara keseluruhan maupun jumlah siswa yang terlibat sebaiknya
dipertimbangkan kembali, terutama jika penelitian itu dibiayai oleh
pihak lain. Sangat lambatnya dua orang siswa dalam mengikuti pelajaran
Anda misalnya, termasuk masalah kecil karena hanya menyangkut dua orang
siswa; sementara masih banyak masalah lain yang menyangkut kepentingan
sebagian besar siswa.
6. Masalah yang Cukup Besar dan Strategis
Kesulitan
siswa memahami bacaan secara cepat merupakan contoh dari masalah yang
cukup besar dan strategis karena diperlukan bagi sebagian besar mata
pelajaran. Semua siswa memerlukan keterampilan itu, dan dampaknya
terhadap proses belajar siswa cukup besar. Sukarnya siswa berkonsentrasi
dalam mengikuti pelajaran, dan ketidaktahuan siswa tentang meta belajar
(belajar bagaimana belajar) merupakan contoh lain dari masalah yang
cukup besar dan strategis. Dengan demikian pemecahan masalah akan
memberi manfaat yang besar dan jelas.
7. Masalah yang Anda Senangi
Akhirnya
Anda harus merasa memiliki dan senang terhadap masalah yang Anda
teliti. Hal itu diindikasikan dengan rasa penasaran Anda terhadap
masalah itu dan keinginan Anda untuk segera tahu hasil-hasil setiap
perlakukan yang diberikan.
8. Masalah yang Riil dan Problematik
Jangan
mencari-cari masalah hanya karena Anda ingin mempunyai masalah yang
berbeda dengan orang lain. Pilihlah masalah yang riil, ada dalam
pekerjaan Anda sehari-hari dan memang problematik (memerlukan pemecahan,
dan jika ditunda dampak negatifnya cukup besar).
9. Perlunya Kolaborasi
Tidak
ada yang lebih menakutkan daripada kesendirian. Dalam collaborative
action reseach Anda perlu bertukar fikiran dengan guru mitra dari mata
pelajaran sejenis atau guru lain yang lebih senior dalam menentukan
masalah.
F. IDENTIFIKASI, PEMILIHAN, DESKRIPSI, DAN RUMUSAN MASALAH
1. Identifikasi Masalah
Dalam mengidentifikasikan masalah, Anda sebaiknya menuliskan semua masalah yang Anda rasakan selama ini.
2. Pemilihan Masalah
Anda
tidak mungkin memecahkan semua masalah yang teridentifikasikan itu
secara sekaligus, dalam suatu action research yang berskala kelas.
Masalah-masalah itu berbeda satu sama lain dalam hal kepentingan atau
nilai strategisnya. Masalah yang satu boleh jadi merupakan penyebab dari
masalah yang lain sehingga pemecahan terhadap yang satu akan berdampak
pada yang lain; dua-duanya akan terpecahkan sekaligus. Untuk dapat
memilih masalah secara tepat Anda perlu menyusun masalah-masalah itu
berdasarkan kriteria tersebut: tingkat kepentingan, nilai strategis, dan
nilai prerekuisit. Akhirnya Anda pilih salah satu dari masalah-masalah
tersebut, misalnya “Siswa tidak dapat melihat hubungan antara mata
pelajaran yang satu dengan yang lain.”
3. Deskripsi Masalah
Setelah
Anda memilih salah satu masalah, deskripsikan masalah itu serinci
mungkin untuk memberi gambaran tentang pentingnya masalah itu untuk
dipecahkan ditinjau dari pengaruhnya terhadap pembelajaran secara umum
maupun jumlah siswa yang terlibat.
Contoh:
“Jika diberi pelajaran dengan pendekatan terpadu antara geografi,
ekonomi, dan sejarah siswa merasa sukar mentransfer keterampilan dari
satu pelajaran ke pelajaran lain. Pelajaran
yang saya berikan adalah geografi, tetapi saya sering mengaitkan
pembahasan dengan mata pelajaran lain seperti ekonomi dan sejarah.
Ketika saya minta siswa mengemukakan hipotesis tentang pengaruh Danau
Toba terhadap perkembangan ekonomi daerah, siswa terasa sangat bingung;
padahal mereka telah dapat mengemukakan hipotesis dengan baik dalam mata
pelajaran geografi. Saya khawatir siswa hanya menghafal pada saat
dilatih mengemukakan hipotesis. Padahal dalam kehidupan sehari-hari
keterampilan berhipotesis harus dapat diterapkan di mana saja dan dalam
bidang studi apa saja. Pada hakikatnya setiap hari kita mengemukakan
hipotesis. Ketidakbisaan siswa itu terjadi sepanjang tahun, tidak hanya
pada permulaan tahun ajaran. Kelihatannya semua siswa mengalami hal yang
sama, termasuk siswa yang cerdas. Guru lain ternyata juga mengalami hal
yang sama, siswanya sukar mentransfer suatu keterampilan ke mata
pelajaran lain.”
4. Rumusan Masalah
Setelah
Anda memilih satu masalah secara seksama, selanjutnya Anda perlu
merumuskan masalah itu secara komprehensif dan jelas. Sagor (1992)
merinci rumusan masalah action research menggunakan lima pertanyaan:
1. Siapa yang terkena dampak negatifnya?
2. Siapa atau apa yang diperkirakan sebagai penyebab masalah itu?
3. Masalah apa sebenarnya itu?
4. Siapa yang menjadi tujuan perbaikan?
5. Apa yang akan dilakukan untuk mengatasi hal itu? (tidak wajib, merupakan hipotesis tindakan).
Contoh rumusan masalah:
· Siswa
di SLTP-X tidak dapat melihat hubungan antara mata pelajaran yang satu
dengan yang lain di sekolah (Ini menjawab pertanyaan 1 dan 3)
· Grup
action research percaya bahwa hal ini merupakan hasil dari jadwal mata
pelajaran dan cara guru mengajarkan materi tersebut (Ini menjawab
pertanyaan 2)
· Kita
menginginkan para siswa melihat relevansi kurikulum sekolah,
mengapresiasi hubungan antara disiplin-disiplin akademis, dan dapat
menerapkan keterampilan yang diperoleh dalam satu mata pelajaran untuk
pemecahan masalah dalam mata pelajaran lain (Ini menjawab pertanyaan 4)
· Oleh
karena itu kita merencanakan integrasi pembelajaran IPA, matematika,
bahasa, dan IPS dalam satuan pelajaran interdisiplin berjudul Masyarakat
dan Teknologi (Ini manjawab pertanyaan 5)
Contoh pertanyaan penelitian:
1. Kesulitan apa yang dialami siswa dalam mentransfer keterampilan dari satu mata pelajaran satu ke mata pelajaran lain?
2. Apakah siswa dapat mentrasfer keterampilan lebih mudah antara dua mata pelajaran yang disukai?
3. Apa yang menyebabkan siswa menyukai suatu mata pelajaran?
4. Apakah
ada perbedaan antara prestasi belajar siswa yang belajar dalam kelas
mata pelajaran multidisiplin dibandingkan dengan mereka yang dalam kelas
mata pelajaran tunggal?
G. KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
1. Kajian Teori
Dalam
membuat rumusan masalah di atas sebenarnya Anda telah melakukan
“analisis penyebab masalah” sekaligus membuat “hipotesis tindakan” yang
akan diberikan untuk memecahkan masalah tersebut. Untuk
melakukan analisis secara tajam dan menjustifikasi perlakuan yang akan
diberikan, Anda perlu merujuk pada teori-teori yang sudah ada. Tujuannya
sekedar meyakinkan bahwa apa yang Anda lakukan dapat
dipertanggungjawabkan secara profesional. Dalam hal ini proses
kolaborasi memegang peranan yang sangat penting.
Anda
juga perlu membaca hasil penelitian terakhir, termasuk CAR, siapa tahu
apa yang akan Anda lakukan sudah pernah dilakukan oleh orang lain; Anda
dapat mengambil manfaat dari pengalaman orang itu. Manfaat lain yang
lebih penting, Anda akan mengetahui trend-trend baru yang sedang
diperhatikan atau diteliti oleh para guru di seluruh dunia. Sekarang ini
sedang nge-trend pembelajaran yang bernuansa quantum teaching, quantum
learning, contextual learning, integrated curriculum, dan competency
based curriculum yang semua berorientasi pada kepentingan siswa. Jika
penelitian Anda masih berkutat pada pemberian drill dan PR agar nilai
UAN mereka meningkat, tanpa memperdulikan rasa ketersiksaan siswa,
profesionalisme Anda akan dipertanyakan.
2. Hipotesis Tindakan
Lakukanlah
analisis penyebab masalah secara seksama agar tindakan yang Anda
rencanakan berjalan dengan efektif. Hipotesis tindakan dapat Anda
tuliskan secara eksplisit, tetapi dapat juga tidak karena pada dasarnya
Anda belum tahu tindakan mana yang akan berdampak paling efektif.
H. METODOLOGI
1. Setting Penelitian
Setting
penelitian perlu Anda uraikan secara rinci karena penting artinya bagi
guru lain yang ingin meniru keberhasilan Anda. Mereka tentu akan
mempertimbangkan masak-masak apakah ada kemiripan antara setting
sekolahnya dengan setting penelitian Anda.
2. Perbedaan Mengajar Biasa dengan CAR
Dalam
melakukan CAR kegiatan mengajar standar (biasa) berlangsung secara
alami; tetapi ada bagian-bagian tertentu yang diberi perlakuan secara
khusus dan diamati dampaknya secara seksama. Langkah-langkah seperti
pembuatan satuan pelajaran, rencana pelajaran, lembaran kerja, dan alat
bantu pembelajaran lainnya adalah langkah pembelajaran standar, bukan
CAR. Asumsinya CAR dilaksanakan oleh guru yang sudah melaksanakan
pembelajaran standar secara lengkap tetapi belum berhasil. Ia akan
memodifikasi bagian-bagian tertentu dari pembelajaran standar itu.
Bagian yang dimodifikasi itulah fokus dari CAR Anda.
3. Tahap Perencanaan
Tahap
perencanaan CAR sebaiknya hanya menguraikan hal-hal yang berkaitan
dengan CAR. Jika ada perubahan pada satuan pelajaran misalnya, hanya
bagian yang diubah saja yang perlu diuraikan secara rinci. Akan lebih
baik jika perubahan itu diletakkan dalam konteks satuan pelajaran
aslinya sehingga terlihat jelas besar perubahan yang dilakukan.
Perangkat-perangkat pembelajaran juga hanya tambahannya yang diuraikan
secara rinci. Jika pembelajaran standar telah dilaksanakan dengan baik
perangkat pembelajaran yang diperlukan untuk CAR dengan sendirinya
sebagian besar sudah tersedia.
Yang
sering terjadi dalam CAR selama ini pembelajaran standar belum
dilaksanakan sehingga CAR menjadi wahana untuk mewujudkan pembelajaran
standar. Hal itu terlihat dari latar belakang yang diuraikan secara
emosional oleh peneliti, umumnya menggambarkan pembelajaran yang sangat
tradisional, buruk, dan di bawah standar. Setelah sekolah mendapat
bantuan dana peningkatan kualitas pembelajaran pun uraian latar belakang
itu tidak menunjukkan adanya perubahan yang berarti. Secara tidak
langsung ditunjukkan bahwa perlakuan-perlakuan yang diberikan oleh
pemberi dana selama ini berlalu tanpa bekas.
Tahap
perencanaan bisa memerlukan waktu setengah bulan karena harus
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, termasuk di dalamnya
adalah penyusunan jadwal, pembuatan instrumen, dan pemilihan
kolaborator.
4. Siklus-siklus
Dalam
CAR siklus merupakan ciri khas yang membedakannya dari penelitian jenis
lain; oleh karena itu siklus harus dilaksanakan secara benar. Siklus
pada hakikatnya adalah rangkaian “riset-aksi-riset-aksi- …” yang tidak
ada dalam penelitian biasa. Dalam
penelitian biasa hanya terdapat satu riset dan satu aksi kemudian
disimpulkan. Dalam CAR hasil yang belum baik masih ada kesempatan untuk
diperbaiki lagi sampai berhasil.
Siklus
terdiri dari (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengamatan; dan (4)
refleksi; dan (5) perencanaan kembali. Yang diuraikan dalam siklus hanya
bagian yang dimodifikasi melalui action reseach, bukan seluruh proses
pembelajaran. Modifikasi atau perubahan secara total jarang dilakukan
dalam action research yang berskala kelas karena bagaimanapun sistem
pendidikan secara umum masih belum berubah.
Misalnya
Anda akan memodifikasi pembelajaran dengan memperbanyak penggunaan
carta. Dalam “perencanaan” yang Anda uraikan adalah tentang carta itu
saja, misalnya “Tiap pertemuan diusahakan akan ada carta yang digunakan
dalam kelas.” Dalam “pelaksanaan” Anda uraikan kenyataan yang terjadi,
apakah benar tiap pertemuan bisa digunakan carta, misalnya “Penggunaan
carta tiap pertemuan hanya dapat dilakukan selama dua minggu pertama;
minggu berikutnya rata-rata hanya satu carta tiap empat pertemuan.” Anda
tentu saja dapat mengelaborasi “pelaksanaan” itu dengan menyebutkan
carta-carta apa saja yang digunakan, saat-saat mana yang paling tepat
untuk penggunaan, siapa yang menggunakan, berapa lama digunakan, berapa
ukurannya, di mana disimpan, dsb., dsb. “Pengamatan” didominasi oleh
data-data hasil pengukuran terhadap respons siswa, menggunakan berbagai
instrumen yang telah disiapkan. “Refleksi” berisi penjelasan Anda
tentang mengapa terjadi keberhasilan maupun kegagalan, diakhiri dengan
perencanaan kembali untuk perlakuan pada siklus berikutnya.
Dalam
action reseach selama ini banyak siklus yang bersifat semu, tidak
sesuai dengan kaidah yang sudah baku. Inilah kelemahan-kelemahan yang
terjadi.
1. Dalam
siklus diuraikan semua proses pembelajaran, sehingga tidak dapat
dilihat bagian yang sebenarnya sedang diteliti. Seolah-olah seluruh
proses pembelajaran diubah secara total melalui CAR, dan sebelumnya
pembelajaran berlangsung secara tradisional, buruk, dan di bawah
standar.
2. Tidak
jelas apakah perlakuan dalam suatu siklus dilakukan secara
terus-menerus selama periode tertentu, sampai data pengamatan bersifat
jenuh (menunjukkan pola yang menetap) dan diperoleh dari berbagai sumber
(triangulasi). Sebagai analogi, jika selama satu minggu suhu badan
pasien menunjukkan suhu 37,50 C; 370 C; 370 C; 37,50 C; 37,50 C; 37,50
C; dapatlah disimpulkan bahwa kondisinya telah kembali normal. Itu
digabungkan dengan data pengamatan lain selama seminggu juga seperti
perilaku, nafsu makan, dan denyut nadi pasien, yang bersifat
triangulatif.
3. Siklus
dilakukan tidak berdasarkan refleksi dari siklus sebelumnya. Ada siklus
yang dilakukan secara tendensius: siklus pertama dengan metode ceramah,
siklus kedua dengan demonstrasi, dan siklus ketiga dengan eksperimen,
hanya ingin menunjukkan bahwa metode eksperimen adalah yang terbaik.
Peneliti ini lupa bahwa metode harus disesuaikan dengan karakteristik
materi pelajaran. Untuk materi pertama boleh jadi justru metode ceramah yang lebih cocok.
5. Instrumen
Instrumen
merupakan bagian yang tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan CAR.
Jenis instrumen harus sesuai dengan karakteristik variabel yang diamati.
Triangulasi dan saturasi (kejenuhan informasi) perlu diperhatikan untuk
menjamin validitas data.
I. HASIL PENELITIAN
1. Siklus-siklus Penelitian
Hasil
penelitian CAR tidak hanya berisi data hasil observasi, melainkan
justru proses perbaikan yang dilakukan. Untuk itu siklus adalah cara
yang tepat untuk menyajikan hasil penelitian. Data hasil observasi tidak
disajikan secara terpisah melainkan dalam konteks siklus-siklus yang
telah dilakukan.
2. Tabel, Diagram, dan Grafik
Tabel,
diagram, dan grafik sangat baik digunakan untuk menyajikan data hasil
observasi. Gunanya agar refleksi dapat dilakukan lebih mudah. Tetapi
sajian yang cantik itu bisa menjadi blunder manakala angka-angkanya
diatur sedemikain rupa sehingga terkesan artificial. Hasil yang begitu
spektakuler seringkali tidak disertai dengan “bagaimana” proses untuk
mencapainya, sehingga pembaca akan makin ragu.
3. Hasil-hasil yang Otentik
Hasil-hasil
yang otentik seperti karangan siswa, gambar hasil karya siswa, dan foto
tentang proyek yang dilakukan siswa akan sangat baik dicantumkan
sebagai hasil penelitian.
J. KESIMPULAN CAR
1. Kesimpulan
Kesimpulan
tentu saja harus menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian atau menguji
hipotesis yang telah dikemukakan. Pertanyaan penelitian pada bagian D4
di atas di samping menuntut jawaban yang berupa hasil juga menuntut
prosesnya. Marilah kita lihat pertanyaan-pertanyaan itu sekali lagi.
1. Kesulitan
apa yang dialami siswa dalam mentransfer keterampilan dari satu mata
pelajaran satu ke mata pelajaran lain ? Jawaban atas pertanyaan ini bisa
diperoleh melalui tes awal dan atau selama proses pembelajaran
berlangsung. Walaupun baru berupa daftar kesulitan yang dialami siswa,
temuan ini cukup berarti bagi guru-guru lain. Kita sendiri pada saat ini
belum bisa membayangkan kesulitan-kesulitan tersebut.
2. Apakah
siswa dapat mentrasfer keterampilan lebih mudah antara dua mata
pelajaran yang disukai ? Jawaban atas pertanyaan ini diperoleh setelah
guru menghubungkan berbagai mata pelajaran dalam materi tes awal atau
selama pembelajaran berlangsung, misalnya antara fisika dengan biologi,
ekonomi dengan sejarah, dan bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia.
3. Apa
yang menyebabkan siswa menyukai suatu mata pelajaran ? Kesimpulan ini
dapat diperoleh melalui kuesioner dan atau wawancara pada awal
pembelajaran atau selama pembelajaran berlangsung.
4. Apakah
ada perbedaan antara prestasi belajar siswa yang belajar dalam kelas
mata pelajaran multidisiplin dibandingkan dengan mereka yang dalam kelas
mata pelajaran tunggal ?Jawaban atas pertanyaan ini diperoleh setelah
siswa diberi perlakukan yang berbeda; misalnya satu kelas diberi
pelajaran multi disiplin, dan kelas lain diberi pelajaran yang
terpisah-pisah, seperti biasanya. Ini tampaknya merupakan fokus dari
CAR. Jika ditemukan bahwa mata pelajaran multidisiplin lebih berhasil
dalam mengembangkan kemampuan transfer keterampilan antar mata
pelajaran, peneliti perlu mengelaborasi bagaimana proses pembelajaran
model multidisiplin tersebut berlangsung.
Jadi
kesimpulan penelitian CAR akan kurang bermanfaaat jika bunyinya hanya
seperti: “Pembelajaran dengan media akan meningkatkan hasil belajar
siswa.” Kesimpulan ini mirip dengan yang diinginkan penelitian
kuantitatif. Guru lain yang membaca kesimpulan ini tentu ingin
mengetahui bagaimana prosesnya sehingga media itu bisa meningkatkan
hasil belajar. Jadi kesimpulan itu masih harus diikuti dengan proses
atau rinciannya, seperti a) Transparansi OHP lebih disukai siswa
daripada media lain, b) Paling banyak hanya 10 transparansi dapat
ditunjukkan dalam satu presentasi, jika lebih dari itu siswa akan bosan;
c) Presentasi pada awal pembelajaran cenderung lebih disukai; d)
Penjelasan yang terlalu lama terhadap satu transparansi cenderung
membuat siswa bosan; dan e) Satu kali presentasi sebaiknya tidak lebih
dari 20 menit.
2. Saran
Karena
CAR bersifat kontekstual, pemberian saran kepada orang lain berdasarkan
hasil penelitian tersebut sebenarnya kurang bermanfaat. Deskripsi
konteks penelitian secara rinci sudah cukup untuk memberikan informasi
bagi guru lain yang ingin meniru keberhasilan Anda. Saran seperti
“Program CAR ini perlu lanjutkan dan diperluas untuk tahun-tahun
mendatang,” juga kurang begitu perlu, bahkan kurang relevan.
Saran
CAR diperlukan misalnya jika temuan penelitian menyangkut sistem yang
lebih luas dari sekedar kelas, misalnya menghendaki adanya perubahan
pengaturan jadwal pelajaran di sekolah. Dalam hal itu peneliti dapat
menyarankan tentang jadwal yang diinginkan kepada fihak sekpolah.
No comments:
Post a Comment